the real other

the real other
mukjizat

Minggu, 21 Oktober 2012

Aku dan Islam

Syabab.Com - “Jika kamu masih mempunyai banyak pertanyaan, maka kamu belum dikatakan beriman, Iman adalah percaya apa adanya, tanpa reserve”. Begitulah kira-kira suatu pernyataan yang akan selalu saya ingat didalam hidup saya. Waktu itu saya masih seorang penganut Kristen Katolik berusia 12 tahun yang banyak sekali pertanyaan di dalam hidup saya. Diantara pertanyaan-pertanyaan itu, tiga pertanyaan yang paling besar adalah: Darimana asal kehidupan ini, Untuk apa adanya kehidupan ini, dan akan seperti apa akhir daripada kehidupan ini. Dari tiga pertanyaan tersebut muncullah pertanyaan-pertanyaan turunan, “Kenapa tuhan pencipta kehidupan ini ada 3, tuhan bapa, putra dan roh kudus? Darimana asal tuhan bapa?”, atau “Mengapa tuhan bisa disalib dan dibunuh lalu mati, lalu bangkit lagi?”. Jawaban-jawaban itu selalu akan mendapatkan jawaban yang mengambang dan tak memuaskan.

Ketidakpuasan lalu mendorong saya untuk mencari jawaban di dalam alkitab, kitab yang datang dari tuhan, yang saya pikir waktu itu bisa memberikan jawaban. Sejak saat itu, mulailah saya mempelajari isi alkitab yang belasan tahun tidak pernah saya buka secara sadar dan sengaja. Betapa terkejutnya saya, setelah sedikit berusaha memahami dan mendalami alkitab, saya baru saja mengetahui pada saat itu jika 14 dari 27 surat dari injil perjanjian baru ternyata ditulis oleh manusia, saya hampir tidak percaya bahwa lebih dari setengah isi kitab yang katanya kitab tuhan ditulis oleh manusia, yaitu Santo Paulus. Lebih terkejut lagi ketika saya mengetahui bahwa sisa kitab yang lainnya juga merupakan tulisan tangan manusia setelah wafatnya Yesus. Sederhananya, Yesus pun tidak mengetahui apa isi injilnya. Lebih dari itu semua, konsep trinitas yang menyatakan tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) yang merupakan inti dari ajaran kristen pun ternyata adalah hasil konggres di kota Nicea pada tahun 325 M. Ketika proses mencari jawaban di dalam alkitab pun, saya menemukan sangat sedikit sekali keterangan yang diberikan di dalam alkitab tentang kehidupan setelah mati hari kiamat dan asal usul manusia.

Setelah proses pencarian jawaban di dalam alkitab itu, saya memutuskan bahwa agama yang saya anut tidaklah pantas untuk dipertahankan atau diseriusi, karena tidak memberikan saya jawaban atas pertanyaan mendasar saya, juga tidak memberikan kepada saya pedoman dan solusi dalam menjalani hidup ini. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk menjadi seseorang yang tidak beragama, tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Saya mengambil kesimpulan bahwa semua agama tidak ada yang benar, karena sudah diselewengkan oleh penganutnya seiring dengan waktu. Saya menganggap semua agama sama, tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Saya juga berpandangan bahwa Tuhan laksana matahari, dimana para nabi dengan agamanya masing-masing adalah bulan yang memantulkan cahaya matahari, dan pemantulan itu tidak ada yang sempurna, sehingga agama pun tidak ada yang sempurna Tanpa sadar waktu itu saya masuk kedalam ideologi sekular. Menjadilah saya manusia yang sinkretis dan pluralis pada waktu itu.

Tetapi semua pandangan itu berubah 5 tahun kemudian ketika saya memasuki semester ketiga saya ketika berkuliah di salah satu PTN. Saya menemukan bahwa teori saya bahwa semua agama itu sama hancur samasekali dengan adanya realitas baru yang saya dapatkan. Lewat pertemuan saya dengan seorang ustadz muda aktivis gerakan da’wah islam internasional, perkenalan saya dengan al-Qur’an dimulai. Diskusi itu bermula dari perdebatan saya dengan seorang teman saya tentang kebenaran. Dia berpendapat bahwa kebenaran ada di dalam al-Qur’an, sedangkan saya belum mendapatkan kebenaran. Sehingga dipertemukanlah saya dengan ustadz muda ini untuk berdiskusi lebih lanjut.
Setelah bertemu dan berkenalan dengan ustadz muda ini, saya lalu bercerota tentang pengalaman hidup saya termasuk ketiga pertanyaan hidup saya yang paling besar. Kami lalu berdiskusi dan mencapai suatu kesepakatan tentang adanya Tuhan pencipta alam semesta. Adanya Tuhan, atau Sang Pencipta memanglah sesuatu yang tidak bisa disangkal dan dinafikkan bila kita benar-benar memperhatikan sekeliling kita. Tapi saya lalu bertanya pada ustadz muda itu “Saya yakin Tuhan itu ada, dan saya berasal dari-Nya, tapi masalahnya ada 5 agama yang mengklaim mereka punya petunjuk bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Yang manakah lalu yang bisa kita percaya?!”. Ustadz muda itu berkata “Apapun diciptakan pasti mempunyai petunjuk tentang caranya bekerja” lalu dia menambahkan “Begitupun juga manusia, masalahnya, yang manakah kitab petunjuk yang paling benar dan bisa membuktikan diri kalau ia datang dari Sang Pencipta atau Tuhan yang Maha Kuasa” lalu diapun membacakan suatu ayat dalam al-Qur’an:
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (TQS al-Baqarah [2]:2)

Ketika saya membaca ayat ini saya terpesona dengan ketegasan dan kejelasan serta ketinggian makna  daripada kitab itu. Mengapa penulis kitab itu berani menuliskan seperti itu?. Seolah membaca pikiran saya, ustadz itu melanjutkan “kata-kata ini adalah hal yang sangat wajar bila penulisnya bukanlah manusia, ciptaan yang terbatas, Melainkan Pencipta. Not creation but The Creator. Bahkan al-Qur’an menantang manusia untuk mendatangkan yang semacamnya!”
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (TQS al-Baqarah [2]: 23)
Waktu itu saya membeku, pikiran saya bergejolak, seolah seperti jerami kering yang terbakar api. Dalam hati saya berkata “Mungkin inilah kebenaran yang selama ini saya cari!”. Tetapi waktu itu ada beberapa keraguan yang menyelimuti diri saya, belum mau mengakui bahwa memang al-Qur’an adalah suatu kitab yang sangat istimewa, yang tiada seorangpun yang bisa mendatangkan yang semacamnya. Lalu saya bertanya lagi “Lalu mengapa agama yang sedemikian hebat malah terpuruk, menjadi pesakitan, hina dan menghinakan dirinya sendiri?”. Dengan tersenyum dan penuh ketenangan ustadz muda itu menjawab “Islam tidak sama dengan Muslim. Islam sempurna, mulia dan tinggi, tidak ada satupun yang tidak bisa dijelaskan dan dijawab dalam Islam. Muslim akan mulia, tinggi juga hebat. Dengan satu syarat, mereka mengambil Islam secara kaffah (sempurna) dalam kehidupan mereka”

“Jadi maksud ustadz, muslim yang sekarang tidak atau belum menerapkan Islam secara sempurna?!” sata menyimpulkan.
“Ya, itulah kenyataan yang bisa Anda lihat” tegas ustadz muda itu.
Lalu saya dijelaskan panjang lebar tentang maksud bahwa Islam berbeda dengan Muslim. Penjelasan itu sangat luar biasa, sehingga memperlihatkan bagaimana sistem Islam kaffah bekerja. Sesuatu yang belum pernah saya dengar tentang Islam sampai saat itu, sesuatu yang tersembunyi (atau sengaja disembunyikan) dari Islam selama ini. Saat itu saya sadar betul kelebihan dan kebenaran Islam. Hanya saja selama ini saya membenci Islam karena saya hanya melihat muslimnya bukan Islam. Hanya melihat sebagian dari Islam bukan keseluruhan.
Akhirnya ketiga pertanyaan besar saya selama ini terjawab dengan sempurna. Bahwa saya berasal dari Sang Pencipta dan itu adalah Allah SWT. Saya hidup untuk beribadah (secara luas) kepada-Nya karena itulah perintah-Nya yang tertulis didalam al-Qur’an. Dan al-Qur’an dijamin datang dari-Nya karena tak ada seorangpun manusia yang mampu mendatangkan yang semacamnya. Setelah hidup ini berakhir, kepada Allah saya akan kembali dan membawa perbuatan ibadah saya selama hidup dan dipertanggungjawabkan kepada-Nya sesuai dengan aturan yang diturunkan oleh Allah. Setelah yakin dan memastikan untuk jujur pada hasil pemikiran saya. Saya memutuskan:
“Baik, kalau begitu saya akan masuk Islam!”

Saya tahu, saya akan menemui banyak sekali tantangan ketika saya memutuskan hal ini. Saya memiliki lingkungan yang tendensius kepada Islam dan saya yakin keputusan ini tidak akan membuat mereka senang. Tapi bagaimana lagi, apakah saya harus mempertahankan perasaan dan kebohongan dengan mengorbankan kebenaran yang saya cari selama ini?!. “Tidak, sama sekali tidak” saya memastikan pada diri saya sendiri lagi. Artinya walaupun tantangan di depan mata, saya yakin bahwa Allah, yang memberikan saya semuanya inilah yang pantas dan harus didahulukan.
Setelah menemukan Islam, saya menemukan ketenangan sekaligus perjuangan. Ketenangan pada hati dan pikiran karena kebenaran Islam. Dan perjuangan karena banyak muslim yang masih terpisah dengan Islam dan tidak mengetahui hakikat Islam seperti yang saya ketahui, kenikmatan Islam yang saya nikmati dan bangga kepada Islam seperti saya bangga kepada Islam. Dan mudah-mudahan, sampai akhir hidup saya dan keluarga saya, kami akan terus di barisan pembela Islam yang terpercaya. Janji Allah sangat jelas, dan akan terbukti dalam waktu dekat. Allahuakbar!
Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik (TQS an-Nuur [24]: 55)

erimakasih Allah SWT, telah memberiku al-Qur’an dan taufik. Terimakasih wahai rasulullah Muhammad saw. atas kasih sayang dan perjuangannya. Terimakasih untuk Mami yang telah melahirkan dan mengasuh serta membesarkanku. Papi atas pelajaran nalar dan kritisnya sehingga aku bisa menemukan Islam. al-Ustadz Fatih Karim atas kesabaran dan persaudaraanya. al-Ustadz Ahmad Muhdi atas kritik dan perhatiannya. Ummi Iin atas percaya dan penurutnya. Teman-teman HDHT, terimakasih atas bimbingannya.
Felix Siauw
follow me on twitter @felixsiauw
Sumber: FelixSiauw.Com
*) Islamic Inspirator, Penulis Buku Muhammad Al-Fatih 1453




»»  READMORE...

Khilafah

Kewajiban Khilafah (Imamah)
Kewajiban adanya Khilafah telah disepakati oleh seluruh ulama dari seluruh mazhab. Tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang tidak teranggap perkataannya (laa yu’taddu bihi). [11]
Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah Juz 6 hlm. 164 :
أجمعت الأمّة على وجوب عقد الإمامة ، وعلى أنّ الأمّة يجب عليها الانقياد لإمامٍ عادلٍ ، يقيم فيهم أحكام اللّه ، ويسوسهم بأحكام الشّريعة الّتي أتى بها رسول اللّه صلى الله عليه وسلم ولم يخرج عن هذا الإجماع من يعتدّ بخلافه
“Umat Islam telah sepakat mengenai wajibnya akad Imamah [Khilafah], juga telah sepakat bahwa umat wajib mentaati seorang Imam [Khalifah] yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum Syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada yang keluar dari kesepakatan ini, orang yang teranggap perkataannya saat berbeda pendapat.” [12]
Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) menyebutkan,”Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini - sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin- adalah perkara yang pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.” [13]
Kewajiban Khilafah ini bukan hanya pendapat Hizbut Tahrir, tapi pendapat seluruh ulama. Imam Ibnu Hazm menyebutkan bahwa, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah]…”[1]
Khusus dalam lingkup empat mazhab Ahlus Sunnah, Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyebutkan,”Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad] rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.” [14]
Dalil-Dalil Kewajiban Khilafah
Para ulama menerangkan bahwa dalil-dalil kewajiban Khilafah ada 4 (empat), yaitu : Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qaidah Syar’iyyah.
Dalil Al Qur`an, antara lain firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-NYa, dan Ulil Amri di antara kamu.” (QS An-Nisaa` : 59)
Wajhul Istidlal (cara penarikan kesimpulan dari dalil) dari ayat ini adalah, ayat ini telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati Ulil Amri di antara mereka, yaitu para Imam (Khalifah). Perintah untuk mentaati Ulil Amri ini adalah dalil wajibnya mengangkat Ulil Amri, sebab tak mungkin Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mentaati sesuatu yang tidak ada. Dengan kata lain, perintah mentaati Ulil Amri ini berarti perintah mengangkat Ulil Amri. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang Imam (Khalifah) bagi umat Islam adalah wajib hukumnya. [15]
Dalil Al Qur`an lainnya, adalah firman Allah SWT :
فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS Al Maidah : 48)
Wajhul Istidlal dari ayat ini adalah, bahwa Allah telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk memberikan keputusan hukum di antara kaum muslimin dengan apa yang diturunkan Allah (Syariah Islam). Kaidah ushul fiqih menetapkan bahwa perintah kepada Rasulullah SAW hakikatnya adalah perintah kepada kaum muslimin, selama tidak dalil yang mengkhususkan perintah itu kepada Rasulullah SAW saja. Dalam hal ini tak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya kepada Rasulullah SAW, maka berarti perintah tersebut berlaku untuk kaum muslimin seluruhnya hingga Hari Kiamat nanti. Perintah untuk menegakkan Syatiah Islam tidak akan sempurna kecuali dengan adanya seorang Imam (Khalifah). Maka ayat di atas, dan juga seluruh ayat yang memerintahkan berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, hakikatnya adalah dalil wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), yang akan menegakkan Syariah Islam itu.[16]
Dalil Al Qur`an lainnya, adalah ayat-ayat yang memerintahkan qishash (QS Al Baqarah : 178), hudud (misal had bagi pelaku zina dalam QS An Nuur : 2; atau had bagi pencuri dalam QS Al Maidah : 38), dan ayat-ayat lainnya yang pelaksanaannya bergantung pada adanya seorang Imam (Khalifah). Ayat-ayat semisal ini, berarti adalah dalil untuk wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), sebab pelaksanaan ayat-ayat tersebut bergantung pada keberadaan Imam itu.[17]
Dalil As Sunnah, banyak sekali, antara lain sabda Nabi SAW :
من مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية
Barangsiapa yang mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada seorang imam/khalifah), maka matinya adalah mati jahiliyah.” (HR Muslim, no 1851).
Dalalah (penunjukkan makna) dari hadis di atas jelas, bahwa jika seorang muslim mati jahiliyyah karena tidak punya baiat, berarti baiat itu wajib hukumnya. Sedang baiat itu tak ada kecuali baiat kepada seorang imam (khalifah). Maka hadis ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) itu wajib hukumnya.[18]
Dalil lain dari As Sunnah misalnya sabda Nabi SAW :
إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Jika ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk menjadi amir (pemimpin).” (HR Abu Dawud).
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa jika Islam mewajibkan pengangkatan seorang amir (pemimpin) untuk jumlah yang sedikit (tiga orang) dan urusan yang sederhana (perjalanan), maka berarti Islam juga mewajibkan pengangkatan amir (pemimpin) untuk jumlah yang lebih besar dan untuk urusan yang lebih penting. (Ibnu Taimiyah, Al Hisbah, hlm. 11).
Dengan demikian, untuk kaum muslimin yang jumlahnya lebih dari satu miliar seperti sekarang ini, dan demi urusan umat yang lebih penting dari sekedar perjalanan, seperti penegakan hukum Syariah Islam, perlindungan umat dari penjajahan dan serangan militer kafir penjajah, maka mengangkat seorang Imam (Khalifah) adalah wajib hukumnya.
Adapun dalil Ijma’ Shahabat, telah disebutkan oleh para ulama, misalnya Ibnu Khaldun sebagai berikut :
نصب الإمام واجب ، وقد عرف وجوبه في الشرع بإجماع الصحابة والتابعين
“Mengangkat seorang imam (khalifah) wajib hukumnya, dan kewajibannya dapat diketahui dalam Syariah dari ijma’ (kesepakatan) para shahabat dan tabi’in…” (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 191).
Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkata :
اعلم أيضًا أن الصحابة رضوان الله عليهم أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب ، بل جعلوه أهم الواجبات حيث اشتغلوا به عن دفن رسول الله

Ketahuilah juga, bahwa para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting ketika mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan meninggalkan kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.” (Ibnu Hajar Al Haitami, As Shawa’iqul Muhriqah, hlm. 7).
Adapun dalil Qaidah Syar’iah, adalah kaidah yang berbunyi :
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Jika suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”
Sudah diketahui bahwa terdapat kewajiban-kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna oleh individu, seperti kewajiban melaksanakan hudud, seperti hukuman had bagin pelaku zina dalam QS An Nuur : 2; atau hukuman had bagi pencuri dalam QS Al Maidah : 38, kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Kewajiban-kewajiban ini tak dapat dan tak mungkin dilaksanakan secara sempurna oleh individu, sebab kewajiban-kewajiban ini membutuhkan suatu kekuasaan (sulthah), yang tiada lain adalah Khilafah. Maka kaidah syariah di atas juga merupakan dalil wajibnya Khilafah.[19]
Berdasarkan penjelasan di atas, Khilafah hukumnya wajib berdasarkan 4 (empat) dalil, yaitu : Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qaidah Syar’iyyah.
Empat Pilar Negara Khilafah
Khilafah mempunyai empat pilar (qaidah) yang mutlak wajib ada demi keberadaan dan kelangsungan keberadaan Khilafah. Jika salah satu pilar ini tidak ada, berarti Khilafah tidak ada atau telah berubah menjadi bentuk negara atau sistem pemerintahan lain yang tidak Islami. Kedudukan empat pilar ini seperti halnya rukun-rukun shalat, yang jika salah satu rukun itu tidak ada, maka shalatnya tidak sah dan tidak diterima oleh Allah SWT.
Keempat pilar Khilafah ini adalah sebagai berikut [20]  :
Pertama, kedaulatan di tangan syariah, bukan di tangan rakyat.
Kedua, kekuasaan di tangan umat.
Ketiga, mengangkat satu orang khalifah adalah wajib atas seluruh kaum muslimin.
Keempat, hanya khalifah saja yang berhak melegislasikan hukum-hukum syara’, dan khalifah saja yang berhak melegislasi UUD dan segenap UU.
Pilar pertama, kedaulatan adalah ditangan syariah (as siyadah li as syar’i), dengan kata lain ialah bahwa yang berhak mengatur manusia hanyalah Syariah Islam, bukan hukum yang lain. Sebab definisi kedaulatan (as siyadah, sovereignty) adalah otoritas tertinggi yang bersifat mutlak yang merupakan satu-satunya pihak yang berhak mengeluarkan hukum untuk mengatur perbuatan manusia dan benda-benda yang digunakan manusia.[21]
Tak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dan seluruh umat Islam, bahwa kedaulatan di tangan syariah, sebab kedaulatan di tangan syariah itu artinya adalah hanya Allah SWT saja yang berhak menetapkan hukum bagi manusia (lihat misalnya QS Al An’am : 57; QS Asy Syura : 10).[22]
Jika pilar pertama tentang kedaulatan ini hilang, yakni kedaulatan berubah menjadi di tangan rakyat, berarti Khilafah itu dengan sendirinya sudah hancur dan berubah menjadi sistem demokrasi. Dalam demokrasi, kedaulatan di tangan rakyat, yang berarti bahwa satu-satunya pihak yang berhak mengatur hidup manusia adalah manusia itu sendiri, bukan Allah SWT. Inilah perbedaan paling mendasar antara sistem Khilafah dan sistem demokrasi. Dalam Khilafah, kedaulatan di tangan syariah. Sedang dalam demokrasi, kedaulatan di tangan rakyat. Jelas demokrasi adalah paham kufur yang sangat bertentangan dengan Islam.
Pilar kedua, menetapkan kekuasaan ada di tangan umat (as sulthan li al ummah). Kekuasaan (as sulthan) didefinisikan sebagai otoritas untuk menerapkan hukum-hukum dan perundang-undangan. Pilar kekuasaan ada di tangan umat (as sulthan li al ummah) ini mengandung arti bahwa umatlah yang berhak memilih pemimpin yang dikehendakinya untuk menjalankan kekuasaan. Hal ini dapat dipahami dari hadis-hadis tentang baiat, bahwa seseorang tak menjadi pemimpin (khalifah), kecuali dibaiat (dipilih) oleh umat. Juga dapat dipahami dari hadis tentang pengangkatan pemimpin (ta`miir), yakni bahwa dalam perjalanan oleh tiga orang, harus diangkat pemimpin (amir) oleh pihak yang dipimpin (yakni umat). Inilah dalil-dalil yang menunjukkan bahwa kekuasaan dalam Islam itu ada di tangan umat (as sulthan li al ummah).[23]
Jika pilar tentang kekuasaan ini hilang, yaitu kekuasaan tak lagi di tangan umat, misalnya berubah menjadi di tangan keluarga atau suku tertentu, berarti Khilafah itu sudah hancur dan berubah menjadi sistem monarki (kerajaan). Contoh sistem monarki adalah Kerajaan Saudi Arabia yang kekuasaannya berada di tangan keluarga Ibnu Saud secara eksklusif. Inilah perbedaan mendasar Khilafah dengan sistem monarki. Dalam Khilafah, kekuasaan di tangan umat. Sedang dalam sistem monarki, kekuasaan secara eksklusif dimiliki oleh keluarga tertentu.
Pilar ketiga Khilafah, menetapkan bahwa mengangkat satu orang khalifah adalah wajib atas seluruh kaum muslimin. Pilar ini mempunyai dua dimensi pengertian. Pertama, khalifah yang diangkat wajib satu orang saja, tidak boleh lebih. Kedua, mengangkat khalifah itu sendiri adalah wajib hukumnya, bukan sunnah, mubah, dan sebagainya.[24]
Jika pilar ini hilang dalam negara Khilafah, misalnya khalifah yang diangkat ada dua orang, maka otomatis Khilafah telah hancur dan berubah menjadi sistem lain. Sebab Syariah Islam telah mengharamkan membaiat dua orang khalifah pada waktu yang sama, sesuai sabda Nabi SAW,”Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim).
Jadi pilar ketiga ini memastikan persatuan umat di bawah satu kepemimpinan. Maka dari itu, jelas kelitu sekali kondisi umat Islam yang terpecah belah dipimpin oleh banyak pemimpin sebagaimana dalam sistem negara-bangsa (nation state) sekarang ini. Demikian pula juga suatu kekeliruan jika mengangkat khalifah tidak lagi dianggap sebagai kewajiban, atau malah dianggap perbuatan criminal.
Pilar keempat, menegaskan bahwa Khalifah mempunyai hak khusus dalam melegislasikan hukum syara’ menjadi undang-undang yang berlaku umum dan bersifat mengikat. Hal ini didasarkan pada Ijma’ Shahabat yang melahirkan kaidah syar’iyah yang termasyhur,”Amrul Imam yarfa’ul khilaf.” (Perintah Imam [khalifah] menghilangkan perbedaan pendapat. Juga kaidah syar’iyah lain yang tak kalah masyhur,”Lil Imam an yuhditsa minal aqdhiyati bi qadri maa yahdutsu min musykilat.” (Imam [khalifah] berhak menetapkan keputusan baru sejalan dengan persoalan-persoalan baru yang terjadi).[25]
Jika pilar keempat ini tidak ada, misalnya hak legislasi diserahkan kepada lembaga legislatif, bukan menjadi hak khusus khalifah, maka Khilafah hakikatnya sudah hancur dan berubah menjadi sistem demokrasi yang menetapkan hak legislasi ada di tangan lembaga legislatif.
Penutup
Demikianlah sekilas penjelasan tentang wajibnya Khilafah dan empat pilar Khilafah. Diharapkan, umat Islam mulai terbuka mata hati dan pikirannya untuk bersedia mempelajari dan mendukung ajaran Islam yang asli ini.
Umat Islam tak boleh lagi tertipu oleh kaum liberal sekular yang terus menerus menjajakan ide-ide kufur dan menyesatkan seperti sekularisme dan demokrasi dari Dunia Barat yang memang sekular dan Kristen. Marilah kembali ke konsep Khilafah, ajaran bernegara yang asli dari Islam, walaupun orang-orang kafir dan munafik pasti akan membencinya. Wallahu a’lam. [artikel/syabab.com]
»»  READMORE...

Rabu, 02 Mei 2012

Aku rindu Khilafah

»»  READMORE...

Minggu, 09 Oktober 2011

Manfaat air mata

Menangis bukan sekedar pelampiasan perasaan. Menangis merupakan reaksi atas tersentuhnya hati oleh sebuah kejadian. Arti air mata yang tercurah saat menangis merupakan ungkapan perasaan atas kebahagiaan, kekecewaan juga kesedihan. Tangis adalah anugerah bagi hidup dan hati agar senantiasa menyadari fitrah kemanusiaan yang begitu indah, tetapi lemah dan tak berdaya atas kuasa Yang Maha Perkasa. Menjadi refleksi ketiadaan juga keterbatasan, tiada yang sempurna di dunia dan tak ada keabadiaan atas fana, semua yang bernyawa akan binasa. Lalu, mengapa kita menangis? Adakah manfaat air mata kita?
Menangis sudah menjadi identitas manusia sejak dilahirkan, bahkan bagi bayi, menangis dapat disimbolkan sebagai pemberitahuan bahwa ada masalah pada bayi, mungkin merasa sakit atau tidak nyaman. Menangis menjadi hal pertama yang bisa dilakukan generasi Adam dan Hawa di bumi ini. Sebelum bisa bicara, sebelum mampu tertawa, sebelum siap berjalan, tangis itu sudah ada pada diri tiap manusia. Tanpa diajarkan pun, semua bayi, semua anak, semua manusia bisa menangis karena tangis merupakan fitrah yang melekat pada kemanusiaan. Tangis merupakan bentuk kepekaan yang bisa menjadi alat pendeteksi perasaan seseorang. Ketika menangis, biarkan menangis, jangan dipendam. Menangis bukanlah kesalahan yang harus dihakimi. Menangis itu kebebasan jiwa untuk mengungkapakan perasaan yang tersimpan, yang tersisa dan terbiar di dasar keinginan.
Terlepas dari berbagai alasan yang melatarbelakangi tangisan, aktivitas mengeluarkan air mata ini ternyata memberikan manfaat, baik secara psikologis, sosial, medis maupun spiritual. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian para ilmuwan yang mengaitkan aktivitas menangis dengan efek psikologis dan medis.
Secara psikologis, menangis mampu membuat perasaan menjadi lebih baik, nyaman, dan tenang karena tangisan dapat membantu menyingkirkan kimiawi stres dalam tubuh. Berkaitan dengan ini, ada 4 manfaat menangis.
1. Meningkatkan mood
Menangis bisa menurunkan tingkat depresi seseorang. Dengan menangis, mood akan  terangkat kembali. Air mata yang dihasilkan dari tipe menangis karena luapan perasaan atau emosi mengandung 24% protein albumin yang bermanfaat dalam mengatur kembali sistem metabolisme tubuh. Air mata tipe ini jelas lebih baik dibanding air mata yang dihasilkan dari iritasi mata.
2. Mengurangi stress
Penelitian menyatakan bahwa air mata ternyata juga mengeluarkan hormon stres yang terdapat dalam tubuh yaitu endorphin leucine-enkaphalin dan prolactin.
3. Melegakan perasaan
Sepertinya, setiap orang merasakan hal ini setelah menangis. Setelah menangis, berbagai masalah dan cobaan yang mendera, kekesalan dan amarah yang menyesak,  serta goresan sakit hati biasanya berkurang dan muncullah perasaan lega.
Perasaan lega yang dialami seseorang setelah menangis muncul karena sistem limbik, otak dan jantung menjadi lancar. Karena itu, keluarkanlah masalah di pikiran dengan menangis, jangan dipendam karena bisa menjadi tangisan yang meledak-ledak. Malu menagis sesak di dada, tertahan menjadi ganjalan perasaan yang sewaktu-waktu bisa memporakporandakan pertahanan jiwa, rasa bahkan raga.
4. Menjadi penghalang agresivitas
Orang yang sedang memuncak tingkat emosinya, meletup amarahnya biasanya akan berlaku dan bersikap lebih agresif bahkan bisa berdampak destruktif. Emosi yang diluapkan dengan menangis mampu menjadi penghalang agresivitas. Seperti yang diungkapkan Oren Hasson, seorang ilmuwan dari Univesitas Tel Aviv, Israel, bahwa dengan air mata, seseorang sebenarnya tengah menurunkan mekanisme pertahanan dirinya dan memberikan simbol dirinya tengah menyerah.
Pernyataan Orren Hasson mengenai turunnya agresivitas seseorang dengan menagis bisa memberikan sebuah kausalitas terhadap keberadaan dan hubungan seseorang secara sosial. Menangis bisa membantu seseorang membangun sebuah komunitas. Biasanya seseorang menangis setelah menceritakan masalahnya kepada teman-temannya atau seseorang yang bisa memberikan dukungan, dan hal ini bisa meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan juga bersosialisasi. Dengan demikian, hubungan sosial bisa menjadi lebih dekat, sehingga mampu memupuk persahabatan yang lebih langgeng. Dalam hubungan kelompok seperti persahabatan atau pertemanan, menangis bisa dianggap sebagai bentuk keterpaduan antara satu dengan lainnya. Bahkan ada beberapa kasus yang mengidentifikasikan bahwa menangis bisa menimbulkan empati seorang musuh untuk tidak menyerang lawannya. Air mata bisa menjadi senjata yang meluruhkan amarah dan kebencian bahkan mungkin peperangan (tentunya bukan air mata buaya!). Karena alasan inilah maka banyak jiwa yang luluh karena tangisan, tersentuh, tergugah bahkan terbelenggu tangisan seseorang..
Meski demikian, menangis tidak akan selalu manjur dalam beberapa kondisi. Oleh sebab itu dalam beberapa kesempatan menangis justru tak dapat memberikan dampak seperti yang diperkirakan. Bahkan sebaiknya dihindari. Dalam bekerja misalnya, aktifitas menangis bahkan sebaiknya tak perlu ditampakkan. Mungkin dalam bekerja menangis justru akan ditanggapi sebagai bentuk kelemahan dan sifat menyerah yang sangat dijauhi dalam dunia kerja. Tapi mungkin tak berlaku untuk profesi yang menuntut empati
Dari segi medis, kegiatan mengundang dan mencurahkan air mata ini memiliki beberapa manfaat untuk kesehatan, khususnya mata. Manfaat tersebut sebagaimana dikutif dari Beliefnet di antaranya :
  1. Membantu penglihatan. Cairan yang keluar dari mata dapat mencegah dehidrasi pada membran mata yang bisa membuat penglihatan menjadi kabur.
  2. Membunuh bakteri. Air mata berfungsi sebagai antibakteri alami. Tanpa obat tetes mata, sebenarnya mata sudah mempunyai proteksi sendiri. Di dalam air mata terkandung cairan yang disebut dengan lisozom yang dapat membunuh sekitar 90-95 % bakteri yang tertinggal hanya dalam 5 menit. Misalnya, bakteri yang terserap dari keyboard komputer, pegangan tangga, bersin, serta tempat-tempat yang mengandung bakteri.
  3. Mengeluarkan racun. William Frey, seorang ahli biokimia yang telah melakukan beberapa studi tentang air mata menyatakan bahwa air mata yang keluar saat menangis karena faktor emosional ternyata mengandung racun. Jadi, keluarnya air mata yang beracun itu menandakan bahwa racun dari dalam tubuh terbawa dan dikeluarkan melalui mata.
  4. Membantu melawan penyakit. Selain menurunkan level stres, air mata juga membantu melawan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh stres seperti tekanan darah tinggi. Bagaimanapun, perasaan tertekan dan tersakiti bisa membuat seseorang stres. Endapan stres yang terpendam dengan menahan tangisan inilah yang sering menimbulkan gejala tekanan darah tinggi dan penyakit lainnya yang dipicu oleh stres.
Menangis tak selalu identik dengan sosok perempuan. Setiap raga yang memiliki jiwa pasti pernah menangis, setidaknya menangis dalam hati, menangis ketika masih bayi, dan menangis di hadapan Tuhan. Tangisan tidak selalu berarti kerapuhan, kecengengan atau kelemahan seseorang. Jika tangisan bisa melemahkan seseorang, tangisan pun bisa menguatkan ketegaran seseorang untuk berjuang. Dalam kepasrahan yang dalam, tangisan mampu mengembalikan kesadaran seseorang kan fitrahnya sebagai manusia dan hamba Yang Maha Sempurna, sehingga tangisan mampu melarutkan sebuah jiwa dalam doa yang khusyuk, taubat yang sesungguhnya hingga totalitas penyerahan diri kepada Tuhan.. Ini yang disebut tangisan spiritual.Tangisan ini yang senantiasa dicurahkan oleh para Utusan Tuhan serta kaum yang beriman. Menjadi pengantar kesadaran akan ketidakberdayaan, kelemahan dan kelalaian dalam menghamba. Menjadi penutur sujud, penyerahan dan kepasrahan dalam taubat demi mengharap maaf Yang Maha Pemaaf..Ketika Adam dan Hawa diturunkan ke bumi secara terpisah mereka menangis. Tangis taubat sepasang insan ini merupakan refleksi kesadaran dan realisasi sesal atas  dosa yang telah mereka lakukan. Robbana Ya Robbana dzolamna anfusana waillam tagfir lana watarhamna lana kunanna minal khosirin. Mereka pun kembali menangis saat dipertemukan dan dipersatukan kembali oleh Yang Maha Pengampun untuk melahirkan generasi manusia. Tangis bahagia mereka menjadi ungkapan rasa syukur atas kebesaran-Nya.
Kita sering menangis ketika hati terluka, curhat__mengadukan sejuta masalah, meminta selaksa kemudahan, memohon segudang rezeki dalam hidup kita atau sekedar menyatakan ketidakmampuan menghadapi cobaan hidup kepada Yang Maha Hiidup. Setelah mengadukan semua kepada-Nya, ada setitik tenang dalam hati, setetes spirit untuk kembali memberdayakan ikhtiar hidup di atas keyakinan akan pertolongan-Nya. Doa, dzikir dan air mata mampu menutrisi hati untuk kembali menafaskan-Nya. Di sanalah fitrah itu berkarya, menumbuhkan rasa sakit, menyisipkan luka dan kecewa, memekarkan kebahagiaan, dalam sebuah tangisan yang bermakna agar kita menyadari eksistensi dan kekuasaan Yang Maha Kuasa. Karena itu, menangis yang utama ialah menangis karena dosa, dan tangis yang sempurna adalah tangisan demi Yang Maha Cinta.
Tuhan tidak pernah menghakimi makhluk-Nya. Segala derita dan kemelut masalah bukan karena kehendak dan takdir semata, melainkan karena perbuatan kita sendiri. Maka, jangan menghakimi sebuah tangisan dan bijaklah menghadapi tangisan karena kita tak pernah benar-benar tahu dalamnya rasa hati seseorang. Biarkan menangis. Jika tak mampu meredakan, diamlah. Bila tak ingin menyaksikan, tinggalkan sejenak hingga ia menemukan ruang yang tenang. Mungkin ia butuh waktu untuk meluapkan perasaan. Mungkin juga butuh jeda untuk berdamai dengan perasaan dan kenyataan hingga ia mampu untuk mengungkapkan alasan (karena manusia senantiasa mempertanyakan alasan). Itulah bentuk apresiasi atas tangisan, tak perlu selalu dengan kata-kata karena di suatu keadaan sikap dan perlakuan lebih menunjukkan pengertian dan penghargaan. Hidup dan para pemeran cerita kehidupan butuh apresiasi karena dengan mengapresiasi kehidupan kita akan menemukan makna hidup. Memberi apresiasi yang pantas untuk sebuah tangisan pun merupakan wujud memahami dan mengerti hati orang-orang yang kita cintai.
Menangislah, tapi jangan menangisi untuk mempertanyakan keadilan Tuhan dalam ekspresi ratapan, serta reaksi ketidakyakinan atas kebesaran Yang Maha Besar. Dengan atau tanpa air mata, tangis tetaplah tangis yang mengekspresikan perasaan atas kenyataan, atas keadaan. (Nia Hidayati) referensi : www.lintasberita.com; kotametropolis.com
»»  READMORE...

Kamis, 26 Mei 2011

73 Manfaat Dzikir Bagi Manusia ( 73 Benefits of Dhikr For Humans)

  1. Mengusir setan dan menjadikannya kecewa.
  2. Membuat Allah ridah.
  3. Menghilangkan rasa sedih,dan gelisah dari hati manusia.
  4. Membahagiakan dan melapangkan hati.
  5. Menguatkan hati dan badan.
  6. Menyinari wajah dan hati.
  7. Membuka lahan rezeki.
  8. Menghiasi orang yang berdzikir dengan pakaian kewibawaan, disenangi dan dicintai manusia.
  9. Melahirkan kecintaan.
  10. Mengangkat manusia ke maqam ihsan.
  11. Melahirkan inabah, ingin kembali kepada Allah.
  12. Orang yang berdzikir dekat dengan Allah.
  13. Pembuka semua pintu ilmu.
  14. Membantu seseorang merasakan kebesaran Allah.
  15. Menjadikan seorang hamba disebut disisi Allah.
  16. Menghidupkan hati.
  17. Menjadi makanan hati dan ruh.
  18. Membersihkan hati dari kotoran.
  19. Membersihkan dosa.
  20. Membuat jiwa dekat dengan Allah.
  21. Menolong hamba saat kesepian.
  22. Suara orang yang berdzikir dikenal di langit tertinggi.
  23. Penyelamat dari azab Allah.
  24. Menghadirkan ketenangan.
  25. Menjaga lidah dari perkataan yang dilarang.
  26. Majlis dzikir adalah majlis malaikat.
  27. Mendapatkan berkah Allah dimana saja.
  28. Tidak akan merugi dan menyesal di hari kiamat.
  29. Berada dibawah naungan Allah dihari kiamat.
  30. Mendapat pemberian yang paling berharga.
  31. Dzikir adalah ibadah yang paling afdhal.
  32. Dzikir adalah bunga dan pohon surga.
  33. Mendapat kebaikan dan anugerah yang tak terhingga.
  34. Tidak akan lalai terhadap diri dan Allah pun tidak melalaikannya.
  35. Dalam dzikir tersimpan kenikmatan surga dunia.
  36. Mendahului seorang hamba dalam segala situasi dan kondisi.
  37. Dzikir adalah cahaya di dunia dan ahirat.
  38. Dzikir sebagai pintu menuju Allah.
  39. Dzikir merupakan sumber kekuatan qalbu dan kemuliaan jiwa.
  40. Dzikir merupakan penyatu hati orang beriman dan pemecah hati musuh Allah.
  41. Mendekatkan kepada ahirat dan menjauhkan dari dunia.
  42. Menjadikan hati selalu terjaga.
  43. Dzikir adalah pohon ma’rifat dan pola hidup orang shalih.
  44. Pahala berdzikir sama dengan berinfak dan berjihad dijalan Allah.
  45. Dzikir adalah pangkal kesyukuran.
  46. Mendekatkan jiwa seorang hamba kepada Allah.
  47. Melembutkan hati.
  48. Menjadi obat hati.
  49. Dzikir sebagai modal dasar untuk mencintai Allah.
  50. Mendatangkan nikmat dan menolak bala.
  51. Allah dan Malaikatnya mengucapkan shalawat kepada pedzikir.
  52. Majlis dzikir adalah taman surga.
  53. Allah membanggakan para pedzikir kepada para malaikat.
  54. Orang yang berdzikir masuk surga dalam keadaan tersenyum.
  55. Dzikir adalah tujuan prioritas dari kewajiban beribadah.
  56. Semua kebaikan ada dalam dzikir.
  57. Melanggengkan dzikir dapat mengganti ibadah tathawwu’.
  58. Dzikir menolong untuk berbuat amal ketaatan.
  59. Menghilangkan rasa berat dan mempermudah yang susah.
  60. Menghilangkan rasa takut dan menimbulkan ketenangan jiwa.
  61. Memberikan kekuatan jasad.
  62. Menolak kefakiran.
  63. Pedzikir merupakan orang yang pertama bertemu dengan Allah.
  64. Pedzikir tidak akan dibangkitkan bersama para pendusta.
  65. Dengan dzikir rumah-rumah surga dibangun, dan kebun-kebun surga ditanami tumbuhan dzikir.
  66. Penghalang antara hamba dan jahannam.
  67. Malaikat memintakan ampun bagi orang yang berdzikir.
  68. Pegunungan dan hamparan bumi bergembira dengan adanya orang yang berdzikir.
  69. Membersihkan sifat munafik.
  70. Memberikan kenikmatan tak tertandingi.
  71. Wajah pedzikir paling cerah didunia dan bersinar di ahirat.
  72. Dzikir menambah saksi bagi seorang hamba di ahirat.
  73. Memalingkan seseorang dari membincangkan kebathilan.
»»  READMORE...

Senin, 23 Mei 2011

11 sifat orang beriman


Pertama, sifat tawadhu’.
Tawadhu’ adalah lawan dari sifat takabbur. Tawadhu’ adalah sifat yang selalu merendah, merupakan sifat yang sangat disukai oleh Allah. Jika orang yang memiliki sifat ini adalah orang yang sangat disukai oleh Allah, maka orang yang memiliki sifat takabbur adalah orang yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Di dalam suatu hadits disebutkan, jika ada seseorang yang di dalam dirinya terdapat sifat sombong walaupun hanya sebesar biji zarrah (biji sawi), maka Allah akan mengharamkan surga baginya.
Kedua, selalu mengucapkan ucapan-ucapan yang baik (al-kalamuth thayyib).
Maksudnya adalah, bahwa orang tersebut senantiasa mengucapkan kalimat-kalimat yang baik, walaupun orang lain selalu mengejeknya dengan kalimat-kalimat yang tidak mengenakkan. Artinya, bahwa ‘ibaadurrahman adalah orang-orang yang senantiasa mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik, senantiasa bersikap dengan sikap yang baik, senantiasa menimbulkan kebajikan-kebajiikan walaupun di tengah orang-orang yang tidak mau berbuat kebajikan kepadanya.
Ketiga, yaitu orang beriman yang suka tahajjud di malam hari.
Firman Allah pada Al-Furqaan ayat 64:
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Q.S. Al-Furqaan: 64)
Bangun di malam hari setelah tidur, untuk kemudian melakukan shalat tahajjud bukanlah hal yang mudah dilakukan. Tetapi apabila kita membiasakan diri, maka secara otomatis pada saatnya kita akan terbangun, sehingga hal seperti ini mudah saja untuk dilakukan. Mengapa tahajjud ini penting? Karena jika ibadah dilakukan di tempat yang sepi, maka konsentrasi kita akan lebih terpusat, dibandingkan ibadah di tengah keramaian.
Keempat, yaitu merasa takut akan siksa Allah SWT.
Firman Allah pada Al-Furqan ayat 65-66:
(65) Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal“.
(66) Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Q.S. Al-Furqaan: 65-66)
Orang yang senantiasa takut terhadap azab Allah, maka akan menyebabkannya selalu mematuhi dan mentaati perintah-perintah Allah dan senantiasa meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an digambarkan, bahwa di saat menghadapi sakaratul maut, maka bagi mereka yang belum memiliki persiapan menghadapi alam kubur dan alam akhirat itu lalu meminta kepada Allah untuk menunda kematiannya, karena mereka belum banyak melakukan ibadah kepada Allah. Lalu Allah menjawab, “Apabila ajal mendatangi seseorang, maka ajal tersebut tak bisa diundur dan tidak juga bisa dipercepat.”
Kelima, yaitu sederhana (moderat) di dalam berinfaq.
Firman Allah pada Al-Furqan ayat 67:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Q.S. Al-Furqan: 67)


Keenam, menjauhkan diri dari sifat syirik.
(68) Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya).

Ketujuh, menjauhkan diri dari melakukan perbuatan membunuh yang diharamkan oleh Allah SWT.
Kedelapan, menjauhkan diri dari perbuatan berzina.

 Kesembilan, menjauhkan diri dari bersaksi palsu.

Kesepuluh, senang menerima nasehat yang baik.
Kesebelas, senantiasa berdo’a dan bermunajjat kepada Allah.


Disarikan dari Pengajian Umum
yang disampaikan oleh:
Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A.
pada tanggal 22 April 2008
di Masjid Agung Sunda Kelapa – Jakarta
Transkriptor: Hanafi Mohan






»»  READMORE...

Kamis, 19 Mei 2011