the real other

the real other
mukjizat

Selasa, 22 Maret 2011

kisah menakjubkan

Kisah Menakjubkan Tentang Sabar dan Syukur Kepada Allah

Oleh Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja, Lc.
Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik. Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.
Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”
Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.
Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”, maka nikmat manakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut??, dan kelebihan apakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu hingga engkau menysukurinya??”
Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku?, demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya maka tolonglah engkau mencari kabar tentangya –semoga Allah merahmati engkau-”.
Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.
Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gudukan pasir, tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan di makan oleh binatang buas, akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”.
Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Tatkala aku menemui orang tersbut maka akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”.
Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihissalam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihissalam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”, ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, lagsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”.
Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun”, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.  Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun”, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[1]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis. Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”.
Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu  mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.
Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan. Tatkala tiba malam hari akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ{ (الرعد:24)
“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:24)
Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai
»»  READMORE...

Kamis, 17 Maret 2011

TERORISME DALAM PANDANGAN ISLAM

Brosur Ahad Pagi MTA, 23 Agustus 2009 | 02 Ramadhan 1430

Sebelum kita membahas tentang terorisme menurut pandangan agama Islam, terlebih dahulu marilah kita pahami tentang pengertian terorisme.Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, artinya :

Terorisme : Adalah Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik).

Teroris : Adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan politik).

Teror : Adalah perbuatan sewenang-wenang, kejam, bengis, dalam usaha menciptakan ketakutan, kengerian oleh seseorang atau golongan.

Selanjutnya mari kita cermati dan kita tela’ah kembali ajaran Islam, agama yang diridlai Allah SWT, sebagai petunjuk bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia yang sedang kita jalani sekarang ini, maupun kebahagiaan hidup yang haqiqi di akhirat kelak.

Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW dengan membawa agama Islam di tengah-tengah manusia ini sebagai rahmat, dan merupakan suatu kenikmatan yang besar bagi manusia bukan suatu mushibah yang membawa malapetaka. Allah SWT berfirman :


Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [QS. Al-Anbiyaa' : 107]


Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [QS. Saba' : 28]


Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridlaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap-gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. [QS. Al-Maaidah : 15-16]


Sungguh Allah telah memberi kenikmatan kepada orang-orang mukmin ketika Allah mengutus di kalangan mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [QS. Ali Imran : 164]

Dari ayat-ayat tersebut dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain, menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW dan Islam yang diserukannya, benar-benar membawa rahmat di alam semesta ini, dan mengeluarkan manusia dari gelap-gulita (tanpa mengetahui tujuan hidup), ke alam yang terang-benderang, sehingga mengetahui jalan yang lurus yang membebaskan dirinya dari kesesatan menuju jalan yang menyelamatkan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak.

Bahkan sebelum Nabi menyerukan Islam, manusia selalu dalam kekacauan dan permusuhan, sebagaimana peringatan Allah dalam surat Ali Imran : 103


Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara … [QS. Ali Imran 103]

Oleh karena itu seharusnyalah manusia bersyukur kepada Allah atas diutusnya Nabi Muhammad SAW membawa dinul Islam ini. Karena hanya dengan Islamlah manusia di dunia ini dapat hidup rukun, damai dan saling menebarkan kasih sayang. Dengan mengabaikan Islam, maka dunia akan kacau-balau, terorisme timbul di mana-mana seperti sekarang ini.

Agama Islam yang suci ini dibawa oleh Rasulullah yang mempunyai kepribadian yang suci pula, serta memiliki akhlaqul karimah dan sifat-sifat yang terpuji, sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi, antara lain :


Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. [QS. Ali Imran : 159]


Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. [QS. At-Taubah : 128]

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki sifat lemah-lembut serta hati beliau terasa amat berat atas penderitaan yang menimpa pada manusia, maka beliau berusaha keras untuk membebaskan dan mengangkat penderitaan yang dirasakan oleh manusia tersebut.

Rasulullah SAW bersabda :


Dari ‘Aisyah istri Nabi SAW, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Hai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang dan senang kepada kasih sayang, dan Dia memberi (kebaikan) pada kasih sayang itu apa-apa yang Dia tidak berikan kepada kekerasan, dan tidak pula Dia berikan kepada apapun selainnya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2003


Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaqnya. [HR. Ahmad juz 7, hal. 410, no. 20874]


Dan apabila Allah mencintai kepada seorang hamba, Allah memberinya kasih sayang (kelemah-lembutan). Dan tidaklah suatu keluarga yang terhalang dari kasih sayang, melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan. [HR. Thabrani dalam Al-Kabiir juz 2, hal. 306, no. 2274]

Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ada seorang ‘Arab gunung kencing di masjid, lalu orang-orang marah, dan akan memukul sebagai hukuman. Kemudian melihat kemarahan para shahabat tersebut, beliau bersabda :


Biarkanlah dia, dan siramlah pada bekas kencingnya itu seember atau setimba air, karena sesungguhnya kamu sekalian diutus untuk memberi kemudahan bukan diutus untuk membuat kesukaran/kesusahan. [HR. Bukhari juz 1, hal. 61]

Dalam sabdanya yang lain :


Dari Anas, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Permudahlah dan jangan mempersulit. Dan gembirakanlah dan jangan kalian membuat manusia lari”. [HR. Bukhari, juz 1, hal. 25 ]

Setelah kita cermati kembali tentang dinul Islam sekaligus peribadi Rasulullah SAW yang diamanati oleh Allah SWT untuk menyebarkan dinul Islam ke seluruh ummat manusia, maka jelas sekali bahwa terorisme sama sekali tidak dikenal, bahkan bertolak belakang dengan ajaran Islam.

Terorisme dengan menggunakan kekerasan, kekejaman serta kebengisan dan cara-cara lain untuk menimbulkan rasa takut dan ngeri pada manusia untuk mencapai tujuan.

Sedangkan Islam dengan lemah-lembut, santun, membawa khabar gembira tidak menjadikan manusia takut dan lari, serta membawa kepada kemudahan, tidak menimbulkan kesusahan, dan tidak ada paksaan.

Bahkan dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa dalam peperangan pun Nabi SAW berpesan kepada para shahabat, sabda beliau :


Hai manusia, janganlah kamu menginginkan bertemu dengan musuh, dan mohonlah kepada Allah agar kalian terlepas dari marabahaya. Apabila kalian bertemu dengan musuh, maka bershabarlah dalam menghadapi mereka, dan ketahuilah bahwasanya surga itu dibawah bayangan pedang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1372

Pesan Nabi SAW tersebut menunjukkan betapa kasih sayang beliau terhadap jiwa manusia, sekalipun dalam peperangan sedapat mungkin menghindari bertemu musuh agar tidak terjadi marabahaya. Namun kalau terpaksa bertemu dengan musuh, jangan takut dan jangan dihadapi dengan hawa nafsu yang melampaui batas, tetapi hendaklah dihadapi dengan shabar dan tabah, karena surga di bawah bayangan pedang.

Memang kedua hal tersebut mempunyai tujuan yang berbeda. Terorisme biasanya digunakan untuk tujuan politik, kekuasaan, sedangkan Islam bertujuan untuk menuntun manusia dalam mencapai kebahagiaan hidupnya dengan dilandasi rasa kasih sayang hanya semata-mata mengharap ridla Allah SWT.

Oleh karena itu rasanya tidak berlebihan kalau ada orang yang mengatakan bahwa "politik itu kotor", karena dalam mencapai tujuannya dengan menghalalkan segala cara, sekalipun dengan terorisme. Dengan demikian bagi seorang muslim haram hukumnya mendukung, mengikuti alur politik yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan politiknya.

Yang demikian itu bukan berarti orang Islam tidak boleh berpolitik, tidak boleh meraih kekuasaan. Boleh berpolitik, tetapi tidak boleh keluar dari bingkai Islam, dengan tujuan untuk kejayaan Islam dengan mengharap ridla Allah semata-mata.

Dalam mencapai kesuksesan cita-cita harokahnya, Rasulullah melalui cara-cara yang ditunjukkan oleh Allah serta berusaha memenuhi persyaratan untuk memperoleh janji Allah, karena janji Allah pasti tepat dan tidak perlu diragukan.

Rasulullah SAW membina kekuatan dari bawah, sebagaimana firman Allah :


Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan idzin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat-kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. [QS. Ibrahim : 24-26]

Rasulullah membina dasar tauhid pada ummat manusia + 10 tahun di Makkah dengan penuh tantangan, tindak kekejaman dan terorisme dilakukan oleh orang-orang musyrikin dan kafirin Makkah terhadap Nabi dan para pengikutnya.

Namun teror-teror yang dilakukan oleh mereka tidak menjadikan kaum muslimin takut, malah makin bertambah kuat dan mendorong lebih dekat dan berserah diri (tawakkal) kepada Allah SWT.

Dalam suatu peristiwa, orang kafir melakukan teror dengan ucapan :


Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka. Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung”. [QS. Ali Imran : 173]

Itulah buah tauhid yang kuat, bagaikan pohon yang baik, tidak akan tumbang walaupun dihempas badai topan yang dahsyat.

Untuk menumbuhkan pohon-pohon yang baik seperti itu perlu menanam dan memelihara dengan sungguh-sungguh, bekerja keras dan ikhlash, semata-mata karena Allah, tidak mudah tergiur dengan tipudaya dunia yang dapat membelokkan cita-cita yang mulia.

Oleh karena itu ketika Rasulullah mendapat tawaran materi, bahkan akan diangkat menjadi raja (penguasa) di negeri itu asalkan beliau mau berhenti dari dakwahnya, dengan tegas beliau menjawab, “Andaikata kamu dapat menaruh bulan dan matahari di kedua tanganku, aku tidak akan berhenti berdakwah, sehingga agama Allah ini menjadi terang (menjadi kehidupan manusia) atau aku mati karena membelanya”.

Dengan kuat beliau menanamkan kepada ummatnya akan janji Allah.


Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal shaleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq. [QS. An-Nuur : 55]

Penekanan pada akhir ayat tersebut perlu mendapat perhatian bagi kita semua, terutama para politikus muslim, “Barangsiapa tetap kafir sesudh janji itu”, maksudnya : Dengan memilih cara lain dalam mencapai tujuannya dan meninggalkan jalan yang dijanjikan oleh Allah, yakni dengan memperkokoh iman serta memperbanyak amal shaleh, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq.


Dan Allah tidak menunjuki orang-orang yang fasiq. [QS. At-Taubah : 24]

Kaum politisi yang ada sekarang sekalipun muslim, pada umumnya tidak mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Mereka berjuang hanya untuk memperoleh kursi (kedudukan).

Maka tidak ada kegiatan dakwah untuk membina ummat secara serius agar mempunyai landasan dasar tauhid yang kuat seperti pohon yang baik sebagaimana yang digambarkan oleh Allah SWT.

Da’i kaum politisi aktif berdakwah menyelenggarakan pengajian-pengajian dan kegiatan-kegiatan keagamaan hanya ketika menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) untuk meraih simpati dari masyarakat, dan setelah selesai Pemilu selesai pulalah kegiatan-kegiatan tersebut. Sudah tidak lagi ada pengajian-pengajian, aktifitas-aktifitas sebagaimana sebelum terselenggaranya Pemilu.

Maka hasilnya seperti pohon yang jelek, akarnya rapuh, tidak memiliki daya tahan. Jangankan dengan hempasan badai topan yang besar, dengan angin sepoi-sepoi saja cukup dapat menumbangkan pohon tersebut, dan terangkat seakar-akarnya sehingga tidak lagi dapat tegak berdiri. Keadaan yang demikian itu, maka tidak perlu tawaran kursi raja sebagaimana yang ditawarkan kepada Nabi, melainkan dengan kursi RT pun sudah cukup dapat merontokkan tujuan dakwah yang sangat mulia.

Dengan alasan kesibukan tugasnya sebagai RT sudah tidak ada waktu lagi (tidak ada tempat) untuk membina ummat, berdakwah, menyelenggarakan pengajian dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain guna memperbaiki aqidah dan pengamalan agamanya dalam kehidupan sehari-hari,



(Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian)

Kalau demikian keadaannya, apa yang kita harapkan dari kaum politisi untuk Islam ini ? Politikus Islam pun kadang lepas dari kendali agama, dengan entengnya menghina, merendahkan, bahkan memfitnah untuk menjatuhkan sesama muslim, hanya karena berbeda aspirasi politiknya, bahkan sampai menghalalkan darahnya.

Keadaan yang demikian, akibatnya ukhuwah Islamiyah rusak, timbul saling dengki-mendengki, benci-membenci sehingga ummat Islam menjadi lumpuh tidak berdaya, sekalipun jumlahnya besar. Padahal Allah SWT telah memperingatkan :


Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum (golongan) memperolok-olok kaum (golongan) yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olok). [QS. Al-Hujuraat : 11]

Nabi SAW telah memperingatkan juga bahwa sesama muslim adalah saudara dan haram darahnya, haram kehormatannya dan haram hartanya. Namun itu semua tidak diindahkan.

Memperhatikan praktek-praktek yang ada, rasanya tidak tampak partai yang memperjuangkan Islam di negeri ini, bahkan terjebak dalam pertikaian, terorisme, saling menjatuhkan untuk mencapai tujuan, baik partai yang beridentitas Islam maupun yang tidak beridentitas Islam, hampir tidak ada bedanya.

Oleh karena itu melalui kesempatan ini semoga dapat menjadi jembatan, menyadarkan para politikus muslim, hendaklah mempererat persaudaraan sesama muslim, walaupun berbeda partai, tetapi tetap membawa misi yang sama :




(kejayaan Islam dan muslimin)

dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk Allah dan praktek Rasulullah dalam menggalang ummat, serta menghindari terorisme dalam mencapai tujuan.

Dengan demikian, jelas dan teranglah bahwa Terorisme dalam pandangan agama Islam tidak dibenarkan, dan jauh dari tuntunan Islam. Semoga bermanfaat.












~oO[ A]Oo
»»  READMORE...

Sabtu, 12 Maret 2011

Khalid bin Walid, Panglima Perang, si Pedang Allah (Bagian ke-1)

by ADMIN on OCTOBER 11, 2010

Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”

Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:

“Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash.

Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”

Rasulullah bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”

Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”

“Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”

Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…

Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”

Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”

Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”

Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya…

Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.

Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat

Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.

Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang baru berkembang ini. Berita-berita tentang pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam keadaan genting seperti ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para sahabat utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.

Sayyidina Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang di tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan perang, sembari berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”

Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, di bagilah tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, dengan beban tugas tertentu. Sedang sebagai kepala dari keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata:

Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik…!”

Khalid pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu tempat medan tempur ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke kemenangan berikutnya.

Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, agar berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari gabungan aneka ragam tentara murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab..

Khalid bersama pasukannya mengambil posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya, sementara Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama dengan pasukan tentaranya yang sangat banyak, seakan-akan tak akan habis-habisnya.

Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tempat tinggi yang terdekat, lalu ia melayangkan pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia dapat mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.

Ia dapat merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya di tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuat semangat tempur dan tanggung jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya posisi masing-masing di medan tempur, kemudian ia berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan:

“Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”

Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshor pun maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memberikan komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah mulai berguguran, laksana nyamuk yang meggelepar berjatuhan.

Khalid bin Walid berhasil menyalakan semangat keberaniannya seperti sengatan aliran listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya, bergelimpangan memenuhi seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.

Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Irak, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di Irak dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan Gubernur-Gubernurnya di semua wilayah Irak.

“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Allah yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia akan mendaptkan hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewjiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku perlindungan jika tidak, maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup…!”

Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru Persia datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Irak.

Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia berhasil memperoleh kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, lalu Al-Hirah, Al-Ambar, sampai Khadimiah. Di setiap tempat yang berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, karena di bawah bendera Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia, dapat berlindung dengan aman.

Rakyat yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur:

“Jangan kalian sakiti para petani, biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian…”.


Bersambung
»»  READMORE...

kisah nabi idris tentang neraka dan surga

Kisah Nabi Idris AS Melihat Surga dan Neraka (3)

by ADMIN on JUNE 1, 2009



Setiap hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”

“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.

Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.

“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.

“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan alasannya.

Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.

Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.

Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.

Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris beulang-ulang.

Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.

Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.

Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”

“Silahkan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap syukur berulang-ulang.

Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.

“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.

“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.

“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.

Firman Allah:

“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).

***
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.

“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.

Sumber Bacaan: Alkisah Nomor 01 / 3-16 Januari 2005

Gambar: http://www.eternalhell.net/Choices%20-%20heaven%20or%20hell.jpg

Selesai
»»  READMORE...

Kamis, 10 Maret 2011

puisi islam terbaru

Hujan ….
Kabarkan pada dunia lewat tetes tirta
Betapa besar karunia-NYA … sungguh agung tiada terkira
Wahai angin sepoi yang tak ubah laksana beliung
Sapalah mereka yang mulai melalaikan-NYA
Tegurlah mereka … insan yang kian jauh tuk tunaikan hak-Nya
Duh …
Bumi yang kini terbasahi …
Peringatkanlah para durjana yang kian merajalela
Tampakkanlah olehMU bahwa kegagahan hanyalah hiasan semata
Buktikanlah apa yang mereka damba adalah hal sia-sia
Rimbun perdu nan hijau …
Bergoyang ikuti alur sang bayu …
Kian cepat lalu tumbang
Ingatlah wahai para penghuni sementara
Seberapa besar jayamu sekejap pun pasti kan sirna…
Hilang dalam sekejap …
Musnah tak berbekas
Apa yang kau bangga
Jika dengan air saja jadi merana
Apa yang kau harap
Bila tanah telah meratakan semuanya..
Apa yang kau impi tatkala sang bayu tiada lagi tersenyum berseri …
»»  READMORE...

Senin, 07 Maret 2011

Obama Adviser Praises American-Muslim Anti-Terror Cooperation as Protesters Denounce King Hearings Read more: http://www.foxnews.com/politics/2011/03/06/obama-adviser-credits-american-muslim-anti-terror-cooperation-protesters

Practicing one's faith does not make him or her an extremist, a top aide to President Obama said Sunday in a speech to Muslims scheduled partly in response to coming congressional hearings on Islamic radicalization.

Speaking at a Muslim community center in Virginia known for its cooperation with the FBI in ferreting out and preventing extremism, Deputy National Security Adviser Denis McDonough said the United States does not practice guilt by association.

"We have a choice. We can choose to send a message to certain Americans that they are somehow 'less American' because of their faith or how they look; that we see their entire community as a potential threat ... Or, we can make another choice. We can send the message that we're all Americans," he said in remarks to the ADAMS Center.

Crediting the Muslim-American community with helping to foil terror plots, McDonough said the U.S. government is making efforts to prevent the process of radicalization, in part by countering terrorist groups that seek to prey on disaffected individuals.

As one of President Obama's top security advisers prepared to speak about cooperation of Muslim Americans with the U.S. government, about 300 people gathered in New York's Times Square Sunday to decry Republican Rep. Peter King's scheduled congressional hearings on the radicalization of Muslims in the United States.

Signs that read "Today I am a Muslim, Too" peppered the crowd, which stood in pouring rain to hear Imam Feisal Abdul Rauf, the cleric defending construction of a mosque near Ground Zero.

Rauf said the real enemy isn't Muslims or Islam, it's extremism, a message not so distinct from King's, who said Sunday that he is holding hearings because radical Islam not only poses a threat to the United States as a whole, but is particularly dangerous to American Muslims who are targeted by terror groups.

King, chairman of the House Homeland Security Committee, said he's dismayed that American-Muslims are not more enthusiastic about the series of hearings, which begin Thursday, since they are the ones most victimized when radical elements infiltrate their communities.

"I've said time and again the overwhelming (majority) of Muslims are good Americans, but the threat is coming from their community and we have to find out why, how it is being done and how to stop it," he told Fox News. "We have an absolute obligation to investigate that."

Rep. Keith Ellison, D-Minn., the first Muslim elected to the House, said that while it's proper to investigate radicalization, he thinks it is wrong to single out a religious minority.

"If we're going to talk about gang violence, I don't think it's right to talk about, you know, only the Irish community and the Westies. I think we talk about gang violence. I think, if we're going to talk about organized crime, it's not right to just talk about the Russian community," Ellison said during a Sunday appearance with King on CNN's "State of the Union."

However, Ellison, who will be participating in the hearings, added that it makes sense to talk to the Muslim community about how to "meet the challenge of public security" to prevent people like Anwar al-Awlaki, the American cleric who fled to Yemen, from reaching his tentacles into American-Muslim communities.

"I think it makes sense to talk about the Internet, confronting ideology of people like Anwar al-Awlaki. I think where he's trying to exploit and misuse Islam, we should counter him with what Islam really does say. And so I do think that there is a place for that. I just think it doesn't make sense to narrow in on a discreet, insular group that has already been the target of a certain amount of discrimination," Ellison said.

In his remarks Sunday, McDonough said that while it is wrong to single out Muslim Americans for scrutiny, he acknowledged that "entire analytic units" at the Homeland Security Department and National Counterterrorism Center are dedicated to studying how terror groups like Al Qaeda twist Islam to radicalize disillusioned individuals.

Local officials are also working with Muslim American communities to develop and expand better communications in light of ongoing threats from predators who seek to exploit disaffected American Muslims.

At the same time, however, McDonough said U.S. efforts extend beyond security matters.

"This engagement can't simply be about terrorism. We refuse to 'securitize' the relationship between the government and millions of law-abiding, patriotic Muslim Americans and other citizens. We refuse to limit our engagement to what we're against, because we need to forge partnerships that advance what we're for, which is opportunity and equal treatment for all," he said.

King said that among the witnesses testifying at his hearing are family members of two men who were radicalized -- one was murdered and one committed an act of violence. He said they will discuss how the imams at the mosques they attended were involved and will offer "telltale indicators" so people can be aware of radicalization efforts within their surroundings.

"Also, we'll see from witnesses how often they are told not to cooperate with the FBI, not to cooperate with the police, and, somehow, a wall of silence builds up and that is part of why I'm holding the hearings," King said.

Read more: http://www.foxnews.com/politics/2011/03/06/obama-adviser-credits-american-muslim-anti-terror-cooperation-protesters/#ixzz1Fv0EO5en
»»  READMORE...