the real other

the real other
mukjizat

Kamis, 21 April 2011

renungan kekerasan atas nama agama

Seorang pencuri mengambil barang berharga di sebuah rumah dan menghabisi semua penghuninya. Ketika hukuman dijatuhkan pada si pencuri sesuai perbuatannya, masyarakat ramai, bicara tentang HAM. Tetapi mengapa tidak bicara HAM pada pencurinya ? ya mengapa dan mengapa ?
Ketika negeri ini dibangun ada tiga model nation state yang dianut dunia dalam soal hubungan agama dan negara:
(1) Model sekularisme yang menyerahkan agama sebagai urusan individu dan tak diurus oleh agama.
(2) Model komunisme, agama dimusuhi dan diberantas oleh negara, ini model negara anti agama.
(2) Model teokrasi, salah satu agama dijadikan dasar negara.
Para pendiri Republik ini, telah mendiskusikan tiga model itu, sebagian setuju dengan salah satu model tapi yang lain menolaknya. Ketika tak diperoleh kesepakatan, “Negeri Pancasila” diterima sebagai konsensus dan perjanjian bangsa ini. Konsensus ini membuahkan sikap penerimaan Hindu, Buda, Kristen dan Islam, dan menolak agama lainnya, termasuk sekte-sekte yang dipandang menyimpang dari agama pokoknya. Tetapi pada Era Orde Baru, Suharto dengan cara-cara diktator memaksakan penerimaan Aliran Kepercayaan. Walaupun ketika itu ditolak keras oleh mayoritas bangsa ini.
Ketika Ahmadiyah diperlakukan keras oleh sebagian bangsa ini, mereka disalahkan dengan tuduhan, “Melakukan kekerasan atas nama agama”. Bukankah Ahmadiyah telah disepakati oleh pemeluk Islam sebagai sekte yang menyimpang. Mengapa bukan pemerintah yang disalahkan, membiarkan sekte itu berkembang subur ? Tidakkah ini sebagai sebuah pelanggaran terhadap konsensus dasar ?!!
Yang lebih mengherankan lagi, orang memandang itu dari kacamata HAM. Padahal kita tahu, HAM itu hasil dari produk negara-negara bermodel sekularisme. Mereka tak memiliki sistem nilai karena menolak ajaran agama menjadi bagian dari sistem kenegaraan. Sementara kita tahu ajaran agama (agama manapun) adalah sebuah sistem nilai yang dipakai oleh pemeluknya. Tapi mengapa negeri Pancasila ini memakai HAM, seperti yang dipakai negara sekuler ?!! Ya mengapa ?!! Menurut hemat saya Pancasila sebagai dasar negara yang dihasilkan dari kemelut di awal negeri ini akan diibangun, perlu dikaji ulang untuk bisa menghadapi gejolak-gejolak keyakinan keagamaan yang terus berkembang, tetapi tetap didasari semangat konsensus awal itu.
Penolakan dengan gaya melakukan “Pencucian Otak” denngan menyebarkan isu-isu ” ekstremisme atas nama agama” adalah gaya AS dan sekutunya yang tak pernah bisa menyelesaikan masalah tapi justru membakar masalah, sehingga semakin rumit dan luas. Ini sekedar sumbangan bahan perenungan, barangkali bermanfaat.
oleh Syarqawi Dhofir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar